Bahan Kimia dalam Kehidupan
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-produk industri yang
dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang telah diketahui
manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang berguna untuk
kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui
jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita
gunakan atau kita lihat sehari-hari.
Zat-zat yang
ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalam keadaan murni,
melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Seperti telah kamu
pelajari di kelas VII, campuran suatu zat akan tetap mempertahankan sifat-sifat
unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia akan dipengaruhi oleh sifat,
kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya. Kekuatan pengaruh sifat
masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam bahan yang bersangkutan.
Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pada bab
ini hanya akan dibahas beberapa kelompok bahan kimia saja. Bahan kimia yang
dimaksud, di antaranya adalah: 1. pembersih; 2. pemutih pakaian; 3. pewangi; 4.
pestisida; 5. zat aditif makanan; 6. zat adiktif; dan 7. zat psikotropika.
1.
1. Bahan Kimia Pembersih
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai bahan kimia pembersih, di
antaranya sabun dan detergen. Sabun dan detergen dapat menjadikan lemak dan
minyak yang tadinya tidak dapat bercampur dengan air menjadi mudah bercampur.
Sabun dan detergen dalam air dapat melepaskan sejenis ion yang memiliki bagian
yang suka air (hidrofilik) sehingga
Gambar zat
pembersih
dapat larut
dalam air dan bagian yang tidak suka akan air (hidrofobik) sehingga larut dalam
minyak atau lemak. Jika dalam pakaian yang dicuci dengan detergen terdapat
kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat hidrofobik masuk ke dalam butiran
lemak atau minyak dan bagian ion tersebut yang bersifat hidrofilik akan
mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan butiran-butiran minyak akan
saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan sejenis. Akibatnya, kotoran lemak
atau minyak yang telah lepas dari pakaian tidak dapat saling bersatu lagi dan
tetap berada dalam larutan. Kita perlu hati-hati dalam memilih bahan pembersih,
bahan tersebut jangan sampai menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap
lingkungan. Beberapa jenis detergen sukar diuraikan oleh pengurai. Jika
detergen ini bercampur dengan air tanah yang dijadikan sumber air minum manusia
atau binatang ternak maka air tanah tersebut akan membahayakan kesehatan. Oleh
karena itu, kita sebaiknya memilih detergen yang limbahnya dapat diuraikan oleh
mikrorganisme (biodegradable). Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh
pemakaian detergen yang tidak selektif atau tidak hati-hati adalah: a. rusaknya
keindahan lingkungan perairan; b. terancamnya kehidupan hewan-hewan yang hidup
di air; dan c. merugikan kesehatan manusia.
2.
2. Pemutih Pakaian
Pemutih
biasanya dijual dalam bentuk larutannya dan digunakan untuk menghilangkan kotoran
atau noda berwarna yang sukar dihilangkan dengan hanya menggunakan sabun atau
detergen. Larutan pemutih yang dijual di pasaran biasanya mengandung bahan
aktif natrium hipoklorit (NaOCl) sekitar 5%. Selain digunakan sebagai
Gambar zat
pemutih (bayclin)
pemutih dan
membersihkan noda, juga digunakan untuk desinfektan (membasmi kuman). Pada
umumnya, bahan pemutih yang dijual di pasaran sudah aman untuk dipakai selama
pemakaiannya sesuai dengan petunjuk. Selain dengan noda, zat ini juga bisa
bereaksi dengan zat warna pakaian sehingga dapat memudarkan warna pakaian. Oleh
karena itu, pemakaian pemutih ini harus sesuai petunjuk.
Pewangi
merupakan bahan kimia lain yang erat kaitannya dengan kehidupan kita
sehari-hari. Kita dapat memperoleh bahan pewangi dari bahan alam maupun
sintetik. Bahan pewangi alami yang sudah kita kenal di antaranya diperoleh dari
daun kayu putih, kulit kayu manis, batang kayu cendana, bunga kenanga, bunga
melati, dan buah pala. Bahan pewangi sintetik biasanya dipakai dalam berbagai
pewangi atau parfum dalam kemasan.
3.
Selain zat
yang menimbulkan aroma wangi, pewangi yang dijual di pasaran biasanya mengandung
zat-zat lain, seperti alkohol untuk pewangi yang berbentuk cair dan tawas untuk
pewangi yang berbentuk padat.
Selain alkohol, masih terdapat beragam zat
tambahan lainnya yang sengaja ditambahkan ke dalam pewangi agar parfum mudah
disemprotkan (zat tersebut berfungsi sebagai propelan).
Di antara
zat-zat tambahan yang dapat berfungsi sebagai propelan tersebut ada yang dapat
mencemari lingkungan. Propelan tertentu jika lepas ke udara kemudian masuk ke
atmosfer bagian atas akan merusak lapisan ozon (suatu lapisan di udara bagian
atas yang melindungi manusia dari sinar-sinar berenergi tinggi, seperti sinar
ultra violet). Untuk itu, kita harus selektif ketika membeli produk berupa
parfum, jangan sampai mengandung bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan.
Gambar zat
pewangi
4.
4. Pestisida
Bahan kimia
jenis pestisida erat sekali dengan kehidupan para petani. Pestisida dipakai
untuk memberantas hama tanaman sehingga tidak mengganggu hasil produksi
pertanian. Pestisida meliputi semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama
yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri,
virus, tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Pestisida yang biasa digunakan
para petani dapat digolongkan menurut fungsi dan sasaran penggunaannya, yaitu:
a.
Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga, seperti
belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis insektisida juga dipakai
untuk memberantas sejumlah serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran,
atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh insektisida
adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, dan diazinon.
b. Fungisida, yaitu pestisida yang dipakai
untuk memberantas dan mencegah pertumbuhan jamur atau cendawan. Bercak yang ada
pada daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun disebabkan oleh serangan
jamur. Beberapa contoh fungisida adalah tembaga oksiklorida, tembaga(I) oksida,
karbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
c. Bakterisida, yaitu pestisida untuk
memberantas bakteri atau virus. Pada umumnya, tanaman yang sudah terserang
bakteri sukar untuk disembuhkan. Oleh karena itu, bakterisida biasanya
diberikan kepada tanaman yang masih sehat. Salah satu contoh dari bakterisida
adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus CVPD yang menyerang tanaman jeruk.
d. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan
untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus.
Rodentisida dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus.
Dalam meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh
binatang lain. Contoh dari pestisida jenis ini adalah warangan.
e.
Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman jenis
cacing (nematoda). Hama jenis cacing biasanya menyerang akar dan umbi tanaman.
Oleh karena pestisida jenis ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus
sudah ditaburkan pada tanah tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh dari
pestisida jenis ini adalah DD, vapam, dan dazomet.
5.
f.
Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu
(gulma), seperti alang-alang, rerumputan, dan eceng gondok. Contoh dari
herbisida adalah ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Gambar
pestisida
Penggunaan
pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi kesehatan
manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya
harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif yang dapat timbul
akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a. Terjadinya pengumpulan pestisida
(akumulasi) dalam tubuh manusia karena beberapa jenis pestisida sukar terurai.
Pestisida yang terserap tanaman akan terdistribusi ke dalam akar, batang, daun,
dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan atau manusia maka pestisidanya akan
terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat memunculkan berbagai risiko bagi
kesehatan hewan maupun manusia. b. Munculnya hama spesies baru yang lebih tahan
terhadap takaran pestisida. Oleh karena itu, diperlukan dosispemakaian
pestisida yang lebih tinggi atau pestisida lain yang lebih kuat daya basminya.
Jika sudah demikian maka risiko pencemaran akibat pemakaian pestisida akan
semakin besar baik terhadap hewan maupun lingkungan, termasuk juga manusia
sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan pestisida selain memberikan keuntungan
juga dapat memberikan kerugian. Oleh karena itu, penyimpanan dan penggunaan
pestisida apapun jenisnya harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai petunjuk.
Untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida alami atau pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Misalnya, air rebusan batang dan daun tomat dapat dipakai dalam memberantas
ulat dan lalat hijau.
6.
Selain
contoh tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang dapat bertindak sebagai
pestisida alami, seperti tanaman mindi, bunga mentega, rumput mala, tuba,
kunir, dan kucai.
Efek samping Bahan Kimia
1.Masalah
Kesehatan
Pemakaian suatu
produk bahan kimia secara berlebihan dan tidak sesuai petunjuk dapat
menyebabkan keracunan atau kecelakaan. Biasanya, produsen bahan kimia sudah mencantumkan
aturan pakai dalam kemasannya. Hal itu bertujuan agar para konsumen terhindar
dari efek samping yang ditimbulkan. Setelah menggunakan suatu bahan kimia,
hendaknya jangan makan dan minum sebelum mencuci tangan.
2.Masalah Lingkungan
Penggunaan suatu
produk bahan kimia dapat menghasilkan limbah yang dapat merusak lingkungan.
Contohnya limbah dari pemakaian ditergen dan insektisida yang dapat merusak
kualitas air
B. Zat
Aditif dalam Bahan Makanan
Setiap hari
kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein).
Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber zat penunjang dan
pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air. Sehat tidaknya
suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma,
atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh
tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih
zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan
yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini
dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang
diperlukan oleh tubuh setiap hari. Supaya orang tertarik untuk memakan suatu
makanan, seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam
makanan yang kita olah.
7 .
Bisa kita
perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur
sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula.
Dalam hal
ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan.
Keduanya termasuk jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan
gula saja, tetapi masih banyak bahan-bahan kimia lain. Zat aditif makanan
ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki
tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga
makanan agar tidak cepat busuk, dan lain sebagainya (perhatikan Gambar 8.7).
Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat: 1. memperbaiki
kualitas atau gizi makanan; 2. membuat makanan tampak lebih menarik; 3.
meningkatkan cita rasa makanan; dan 4. membuat makanan menjadi lebih tahan lama
atau tidak cepat basi dan busuk. Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara
sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi
juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan.
Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau
sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif makanan dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1. zat aditif yang berasal dari
sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat; 2 zat aditif sintetik dari bahan
kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan
kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat
dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat
aditif dalam produk makanan biasanya dicantumkan pada kemasannya, seperti
terlihat pada .
8.
Pemberian
warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan
menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang
biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah: a. Zat pewarna alami,
dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari
daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti
ditunjukkan
pada Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati,
dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat
pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok
untuk makanan dari bahan-bahan kimia. b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari
bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki
beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah
disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat
pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua
zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman.
Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman
(pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh
karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu
harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna.
Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada
makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan
minuman.
Zat pewarna
buatan (Rhodamin b) Zat
pewarna alami
9.
Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye
merupakan zat bewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye
biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air
atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
Zat pemanis
berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat
diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat
pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami
berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami
secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah
gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung
pemanis alami terlalu tinggi. b. Zat pemanis buatan atau sintetik. Pemanis
buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai
sumber energi. Oleh karena itu, orangorang yang memiliki penyakit kencing manis
(diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetik sebagai pengganti
pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium siklamat,
magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 8.12), dan dulsin.
Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan
Zat pemanis
alami (gula merah) Zat pemanis buatan (siklamat)
10.
yang lebih
tinggi dibandingkan pemanis alami. Garamgaram siklamat memiliki kemanisan 30
kali lebih tinggi dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam
natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan
dengan kemanisan sukrosa 10%. Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan
dibandingkan pemanis alami, kita perlu menghindari konsumsi yang berlebihan
karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan
sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga
merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam
siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa
sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit
kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada
sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat dalam sel.
Ada sejumlah
cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum
walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara
menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan
minuman. Zat pengawet adalah zatzat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan
dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya
tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau
terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan
minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu,
sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang
dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal
kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut
masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan, seperti ditunjukkan pada
Gambar 8.13. Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat
dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan.
11.
Zat pengawet
buatan (boraks) Zat
pengawet alami (garam)
a. Zat
pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai
untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan
untuk mengawetkan ikan. b. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil
sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai
pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk
mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam
tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut,
ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang
berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang
biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di
antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti
mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk
mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya
dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang
tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud
adalah pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal (perhatikan Gambar 8.14).
Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam
pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks
termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi
kesehatan, di antaranya: a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan
kulit; b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat; c.
terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan d. menyebabkan kematian jika
ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
12.
Walaupun
tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di
negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet
sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan
makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan
sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi
dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas
makanan.
Di Indonesia
terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang dipakai untuk meningkatkan cita
rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit,
bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini
merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo
dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat
diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan. Selain zat penyedap
cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis
bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika
dicampur dengan zat penyedap ini; b. etil butirat, akan memberikan rasa dan
aroma seperti buah nanas pada makanan; c. amil asetat, akan memberikan rasa dan
aroma seperti buah pisang; d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap
ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel. Selain zat penyedap rasa dan
aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa
yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa
monosodium glutamat (MSG) seperti ditunjukkan pada Gambar 8.15. Zat ini tidak
berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa
yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese
restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa
pusing dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir
dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba
menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang
mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya.
13.
Pada
pembahasan sebelumnya, kamu sudah mempelajari tentang pengelompokan zat aditif
berdasarkan fungsinya beserta contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu
zat aditif dapat saja memiliki lebih dari satu fungsi. Seringkali suatu zat
aditif, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu fungsi.
Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan daging
dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga
berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang dapat berfungsi
sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa dan aroma khas
pada makanan. Untuk penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat
batasan mengenai jumlah yang boleh dikonsumsi perharinya.
Untuk
zat-zat aditif sintetik, terdapat aturan penggunaannya yang telah ditetapkan
sesuai Acceptable Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama
sehari yang diperbolehkan dan aman bagi kesehatan. Jika kita mengonsumsinya
melebihi ambang batas maka dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita
mengidentifikasi zat aditif yang dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah
kemasan pada makanan/minuman tersebut, kemudian buatlah tabel seperti Tabel 8.2
berikut.
Zat penyedap
buatan (Ajinomoto) Zat
penyedap alami (jahe)
14.
C. Zat Adiktif dan Psikotropika
Bahan-bahan
kimia tidak hanya menyangkut bahanbahan kimia yang ada di rumah tangga, seperti
pemutih, pembersih, dan zat-zat aditif makanan, tetapi juga zatzat yang dapat
menimbulkan pengaruh negatif atau efek samping bagi kesehatan jika pemakaiannya
disalahgunakan. Bahan kimia dimaksud di sini adalah kelompok zat kimia yang
tergolong ke dalam zat adiktif dan psikotropika.
Zat adiktif
adalah istilah untuk zat-zat yang pemakaiannya dapat menimbulkan ketergantungan
fisik yang kuat dan ketergantungan psikologis yang panjang (drug dependence).
Kelompok zat adiktif adalah narkotika (zat atau obat yang berasal dari tanaman)
atau bukan tanaman, baik sintetik maupun semisintetik, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit,
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika menurut tujuan penggunaan dan
tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Golongan
I, narkotika hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta memiliki potensi sangat tinggi untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. b. Golongan II, narkotika untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat untuk mengakibatkan sindrom
ketergantungan. c. Golongan III, narkotika untuk pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Ganja atau
mariyuana merupakan zat adiktif narkoba dari golongan kanabionoid. Ganja
terbuat dari daun, bunga, biji, dan ranting muda tanaman mariyuana (Cannabis
sativa) yang sudah kering, contoh pohon ganja dapat dilihat pada Gambar 8.16.
Ganja dipakai dalam bentuk rokok lintingan, campuran tembakau, dan damar ganja.
Tanda-tanda penyalahgunaan ganja, yaitu gembira dan tertawa tanpa sebab, santai
dan lemah, banyak bicara sendiri, pengendalian diri menurun, menguap atau
mengantuk, tetapi susah tidur, dan mata merah, serta tidak tahan terhadap
cahaya. Tanda-tanda gejala putus obat (ganja), yaitu sukar tidur, hiperaktif,
dan hilangnya nafsu makan.
15.
Tanda-tanda gejala
overdosis, yaitu ketakutan, daya pikir menurun, denyut nadi tidak teratur,
napas tidak teratur, dan mendapat gangguan jiwa.
Opium
merupakan narkotika dari golongan opioida, dikenal juga dengan sebutan candu,
morfin, heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah mentah Pavaper
sommiverum (lihat Gambar 8.17). Opium mengandung lebih dari dua puluh macam
senyawa. Morfin kali pertama diisolasi dari getah buah pada 1905 oleh Friedrich
Seturner. Pada waktu itu, morfin digunakan oleh para tentara untuk
menghilangkan rasa sakit karena luka atau menghilangkan rasa nyeri pada
penderita kanker. Setelah itu, banyak tentara yang mengalami adiksi (efek
ketergantungan). Pemakaian dosis morfin yang berlebihan dapat menyebabkan
kematian.
16.
Heroin
merupakan senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin yang dikenal dengan
sebutan putau. Kodein merupakan senyawa turunan dari morfin, tetapi memiliki
kemampuan menghilangkan nyeri lebih lemah, demikian pula efek kecanduannya
(adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam obat batuk dan obat
penghilang rasa nyeri. Penggunaannya yang menyalahi aturan dapat menimbulkan
rasa sering mengantuk, perasaan gembira berlebihan, banyak berbicara sendiri,
kecenderungan untuk melakukan kerusuhan, merasakan nafas berat dan lemah, ukuran
pupil mata mengecil, mual, susah buang air besar, dan sulit berpikir. Jika
pemakaian obat ini diputus, akan timbul hal-hal berikut: sering menguap, kepala
terasa berat, mata basah, hidung berair, hilang nafsu makan, lekas lelah, badan
menggigil, dan kejang-kejang. Jika pemakaiannya melebihi dosis atau overdosis,
akan menimbulkan hal-hal berikut: tertawa tidak wajar, kulit lembap, napas
pendek tersenggal-senggal, dan dapat mengakibatkan kematian.
Kokain
termasuk ke dalam salah satu jenis dari narkotika. Kokain diperoleh dari hasil
ekstraksi daun tanaman koka (Erythroxylum coca). Zat ini dapat dipakai sebagai
anaestetik (pembius) dan memiliki efek merangsang jaringan otak bagian sentral.
Pemakaian zat ini menjadikan pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat
menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual,
dan muntah. Seperti halnya narkotika jenis lain, pemakaian kokain dengan dosis
tertentu dapat mengakibatkan kematian.
17.
d. Sedativa dan Hipnotika (Penenang)
Beberapa
macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK dan magadon digunakan sebagai
zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-hipnotika dalam dosis
kecil dapat menenangkan, sedangkan dalam dosis besar dapat membuat orang yang
memakannya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah,
mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat.
Jika sudah kecanduan, kemudian diputus pemakaiannya maka akan menimbulkan
gejala gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat,
tekanan darah naik, dan kejang-kejang.
Jika
pemakaiannya overdosis maka akan timbul gejala gelisah, kendali diri turun,
banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyongan, suka bertengkar, napas lambat,
kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakaiannya melebihi dosis tertentu dapat
menimbulkan kematian.
Nikotin
dapat diisolasi atau dipisahkan dari tanaman tembakau. Namun, orang biasanya
mengonsumsi nikotin tidak dalam bentuk zat murninya, melainkan secara tidak
langsung ketika mereka merokok. Nikotin yang diisap pada saat merokok dapat menyebabkan
meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, bersifat karsinogenik sehingga
dapat meningkatkan risiko terserang kanker paru-paru (perhatikan Gambar 8.19),
kaki rapuh, katarak, gelembung paru-paru melebar (emphysema), risiko terkena
penyakit jantung koroner, kemandulan, dan gangguan kehamilan.
18.
Alkohol
diperoleh melalui proses peragian (fermentasi) sejumlah bahan, seperti beras
ketan, singkong, dan perasan anggur. Alkohol ini sudah dikenal manusia cukup
lama. Salah satu penggunaan alkohol adalah untuk mensterilkan berbagai
peralatan dalam bidang kedokteran. Alkohol yang terkandung dalam minuman dapat
berasal dari hasil fermentasi bahan minuman itu sendiri (contohnya, alkohol
yang terdapat dalam minuman hasil fermentasi sari buah anggur) atau sengaja
ditambahkan ke dalam suatu minuman olahan. Semua jenis minuman yang mengandung
alkohol (etanol), seperti pada Gambar 8.20 disebut minuman keras. Berdasarkan
kandungan alkoholnya, minuman keras dikelompokkan menjadi golongan: 1) A,
berkadar etanol 1–5 %; 2) B, berkadar etanol 5–20 %; dan 3) C,
berkadar etanol 20–50 %. Tanda-tanda gejala pemakaian alkohol, yaitu gembira,
pengendalian diri turun, dan muka kemerahan. Jika sudah kecanduan meminum
minuman keras, kemudian dihentikan maka akan timbul gejala gemetar, muntah,
kejang-kejang, sukar tidur, dan gangguan jiwa. Jika overdosis akan timbul
gejala perasaan gelisah, tingkah laku menjadi kacau, kendali turun, dan banyak
bicara sendiri.
19.
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupu sintetik, bukan narkotika dan
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika
menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam
4 golongan, yaitu: a. Golongan I, psikotropika yang hanya digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta memiliki potensi
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. b. Golongan II, psikotropika yang
berkhasiat sebagai oba dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
c. Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan
dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. d. Golongan IV, psikotropika yang
berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi ringa mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Zat adiktif hampir semuanya termasuk ke dalam psikotropika, tetapi tidak semua
psikotropika menimbulkan ketergantungan. Berikut ini termasuk ke dalam golongan
psikotropika, yaitu LSD (Lysergic Acid Diethylamide) dan amfetamin.
Penyalahgunaan kedua golongan psikotropika ini sudah meluas di dunia.
20.
LSD
merupakan zat psikotropika yang dapat menimbulkan halusinasi (persepsi semu
mengenai sesuatu benda yang sebenarnya tidak ada). Zat ini dipakai untuk
membantu pengobatan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa atau sakit
ingatan. Zat ini bekerja dengan cara membuat otototot yang semula tegang
menjadi rileks. Penyalahgunaan zat ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
menderita frustasi dan ketegangan jiwa.
Kita
seringkali mendengar pemberitaan di media massa mengenai penjualan
barang-barang terlarang, seperti ekstasi dan shabu. Ekstasi dan shabu adalah
hasil sintesis dari zat kimia yang disebut amfetamin (perhatikan Gambar 8.22).
Jadi, zat psikotropika, seperti ekstasi dan shabu tidak diperoleh dari tanaman
melainkan hasil sintesis. Pemakaian zat-zat tersebut akan menimbulkan
gejalagejala berikut: siaga, percaya diri, euphoria (perasaan gembira
berlebihan), banyak bicara, tidak mudah lelah, tidak nafsu makan,
berdebar-debar, tekanan darah menurun, dan napas cepat. Jika overdosis akan
menimbulkan gejala-gejala: jantung berdebar-debar, panik, mengamuk, paranoid
(curiga berlebihan), tekanan darah naik, pendarahan otak, suhu tubuh tinggi,
kejang, kerusakan pada ujung-ujung saraf, dan dapat mengakibatkan kematian.
Jika sudah kecanduan, kemudian dihentikan akan menimbulkan gejala putus obat
sebagai berikut: lesu, apatis, tidur berlebihan, depresi, dan mudah
tersinggung.
3. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Zat Adiktif dan
Psikotropika
Zat adiktif
dan psikotropika akan memberikan manfaat jika dipakai untuk tujuan yang benar,
misalnya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Dalam bidang
kedokteran, misalnya satu jenis narkotika diberikan kepada pasien yang
menderita rasa sakit luar biasa karena suatu penyakit atau setelah menjalani
suatu operasi. Contoh lain, satu zat jenis psikotropika diberikan kepada pasien
penderita gangguan jiwa yang sedang mengamuk dan tak dapat ditenangkan dengan
caracara lain. Jika pemakaian zat adiktif dan psikotropika dipakai di luar
tujuan yang benar, itu sudah termasuk penyalahgunaan dan harus diupayakan
pencegahannya. Penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika sangat berbahaya
bagi diri sendiri, keluarga, maupun kehidupan sosial di sekitar kita. Dampak
negatif pemakaian zat adiktif dan psikotropika pada diri sendiri, yaitu
rusaknya sel saraf, menimbulkan ketergantungan, perubahan tingkah laku, dan
menimbulkan penyakit (jantung, radang lambung dan hati, merusak pankreas, dan
berisiko mengidap HIV positif). Pada dosis yang tidak tepat akan mengakibatkan
kematian. Dalam kehidupan sosial, penyalahgunaan pemakaian zat adiktif dan
psikotropika, di antaranya: sering membuat onar atau perkelahian (misalnya,
perkelahian pelajar), melakukan kejahatan (pencurian dan pemerkosaan),
kecelakaan, timbulnya masalah dalam keluarga, dan mengganggu ketertiban umum.
Kita semua
harus berupaya untuk terhindar dari penyalahgunaan zat adiktif dan
psikotropika. Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika memerlukan
peran bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Setiap
anggota keluarga harus saling menjaga agar jangan sampai ada anggota keluarga
yang terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Kalangan
remaja ternyata merupakan kelompok terbesar yang menyalahgunakan zat-zat
tersebut. Oleh karena itu, setiap orang tua memiliki tanggung jawab membimbing
anakanaknya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan. Karena ketaqwaan
inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk membentengi anak dari
menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang mungkin datang dari
lingkungan di luar rumah.
22.
b. Peran
Anggota Masyarakat
Kita sebagai
anggota masyarakat perlu mendorong peningkatan pengetahuan setiap anggota
masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-obat terlarang. Selain itu, kita
sebagai anggota masyarakat perlu memberi informasi kepada pihak yang berwajib
jika ada pemakai dan pengedar narkoba di lingkungan tempat tinggal.
Sekolah
perlu memberikan wawasan yang cukup kepada para siswa tentang bahaya
penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi, keluarga, dan
orang lain. Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa untuk melaporkan
pada pihak sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat adiktif dan psikotropika
di lingkungan sekolah. Sekolah perlu memberikan sanksi yang mendidik untuk
setiap siswa yang terbukti menjadi pemakai atau pengedar narkoba.
Pemerintah
berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dengan
cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan tegas. Di samping itu, setiap
penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor, pembuat, dan penyimpan narkoba
perlu diberikan sanksi atau hukuman yang membuat efek jera bagi si pelaku dan
mencegah yang lain dari kesalahan yang sama.
23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar